Oleh: Renati
Dayak Kanayatn sendiri kaya akan adat istiadat, di antaranya adat perkawinan, adat kematian, adat kelahiran, dan sebagainya. Berawal dari rasa ingin tahu yang begitu besar akan identitas diri orang Dayak Kanayatn, maka penulis ingin mengenal secara lebih luas dan lebih dalam mengenai adat istiadat orang Dayak Kanayatn, khususnya adat Balala’.
Balala’ merupakan salah satu bagian dari tatanan adat budaya Dayak (sub suku Dayak Kanayatn, bahasa Ba Damea dan Ba Ahe), hampir setiap sub suku Dayak mengenal dan mempraktekkan adat Balala’, dengan sebutan yang sesuai dengan dialek masing – masing.
Adat Balala’ yang dilaksanakan oleh masyarakat Dayak Kanayatn sarat dengan nilai – nilai sosial dan budaya serta religius. Juga merupakan wujud nyata kedekatan manusia Dayak dengan alam, dan kepedulian mereka terhadap lingkungannya (dalam konsep kosmologi orang Dayak).
Ritual Balala’ bertujuan memberi kedamaian dalam kehidupan adat – istiadat, bangsa dan Negara. Balala’ merupakan ritual adat yang religius, karena Balala’ mengajak orang untuk merenung. Masyarakat diajak untuk melakukan introspeksi (mengintrospeksi), peninjauan terhadap sikap diri sendiri (mawas diri), merenungkan kembali apa yang telah dibuat demi kebaikan dihari depan. Di dalam Balala’ juga ada unsur Tolakbala, yang fungsinya meredam kejadian – kejadian yang dapat mengganggu kehidupan manusia, dan diyakini dapat meredam gejolak sosial dan menjauhkan segala bentuk malapetaka dan marabahaya.
Ritual Balala’ dalam tradisi Dayak Kanayatn memiliki kesamaan sifat religius dengan pantang dan puasa dalam Gereja Katolik. Dalam kanon 1249-1253 Kitab Hukum Kanonik, tercermin pandangan serta ajaran Gereja Katolik mengenai pantang dan puasa. Pantang artinya kita tidak memakan daging dan makanan yang terbuat dari susu dan lemak atau daging. Sedangkan puasa artinya kita hanya diperkenankan makan kenyang satu kali dalam satu hari, dengan tidak dilarang untuk makan sedikit pada pagi dan sore hari, sehinga tercapailah makna puasa baik dalam arti kuantitas maupun kualitas (bdk. Paus Paulus VI, Konstitusi Apostolik Poentemini, 17 Februari 1966 tentang Pantang dan Puasa).
2. Pengertian Balala'
Secara etimologis, Balala’ terdiri atas dua suku kata ba- dan lala’. Ba (= sebagai imbuhan awalan untuk kata kerja) yang berarti ber-, dan lala’ yang bisa berarti tabu, puasa, atau pantang, atau sesuatu yang dilarang. Jadi Balala’ bisa berarti berpuasa atau sekaligus berpantang, baik dalam hal makan – minum maupun dalam hal perbuatan dan pekerjaan.
Menurut Regina, Balala’ adalah “Pantang melakukan setiap pekerjaan yang berhubungan dengan padi, ladang atau sawah. Berpantang melakukan pekerjaan bahkan memetik daun, pantang makan-makanan atau masakan tertentu”.
Sedangkan menurut Balala’ adalah “Pantang dan Puasa (Amai¢/amali¢) dan menahan diri. Tidak boleh makan – makanan dan tidak boleh minum – minuman yang terlarang. Intinya mampu menahan hawa nafsu yang negatif”.
Jadi berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Balala’ adalah berkaitan dengan segala sesuatu yang dilarang, berpantang dan berpuasa serta mampu menahan hawa nafsu.
3. Relevansi Balala' dan Pantang dan Puasa dalam Gereja Katolik
Balala’ merupakan salah satu bagian dari tatanan adat budaya Dayak (sub suku Dayak Kanayatn, bahasa Ba Damea dan bahasa Ba Ahe). Ritual Balala’ dalam tradisi Dayak Kanayatn memiliki kesamaan sifat religius dengan Pantang dan Puasa dalam Gereja Katolik. Balala’ mengajak orang untuk merenung, masyarakat diajak untuk melakukan Introspeksi (mengintrospeksi diri), peninjauan terhadap sikap diri – sendiri (mawas diri), merenungkan kembali apa yang telah dibuat demi kebaikan dihari depan. Dalam Kan. 1249-1253, tercermin pandangan serta ajaran Gereja Katolik mengenai Pantang dan Puasa.
Pantang dan Puasa adalah sebuah doktrin tradisional dalam spiritualitas Kristen bahwa kedua hal tersebut merupakan bagian yang penting dari pertobatan, berpaling dari dosa dan kembali kepada Allah (Yer 18:11, 25:5; Ez 18:30, 33:11-15; Yl 2:12; Mat 4:17; Kis 2:38). Kristus sendiri berkata bahwa murid-Nya akan berpuasa jika Ia pergi (Luk 5:35). Hukum umum tentang pertobatan adalah bagian dari hukum Allah bagi manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar